Monday 19 May 2014

Pengkhianatan Terakhir







Dalam suatu perjalan di senja yang masih menyisakan sedikit pesonanya, duduk dua akhwat berdampingan di depan Hawa.

"Gimana bisa tau watak dia dengan baik kalau nggak boleh pacaran, Mbak?"

"Kirim utusan untuk mencari tahu tentang bagaimana dia yakni bisa diketahui dari keluarga dan kawan-kawan dia!"

"Gimana itu?"

"Bagaimana cara keluarga mendidik dan membesarkan dia, kelak akan sangat berpengaruh ke cara dia mendidik dan membesarkan anak-anakmu."

"Lalu, yang kawan-kawannya itu?"

"Karena bagaimana kawanmu (pergaulanmu) maka begitulah kamu!"

"Tapi... rasanya kurang sreg kalau nggak mengenal dekat dia langsung, Mbak."

"Kamu masih nggak yakin kalau Allah lebih tahu apa dan siapa yang paling baik buat kamu?"

"Bukan begitu..."

"So what?"

"Bagaimana kalau setelah menikah (tanpa didahului pacaran) pada akhirnya cerai juga?"

"Karena itu sebaik-baik cara menjemput jodoh adalah dengan mempersiapkan dirimu sebaik mungkin. Jadikan dirimu wanita yang kuat dan hebat. Karena siapapun calonmu nanti, dia hanya manusia biasa yang tak sempurna, tentu ada kekurangan disana-sini."

"Tahu..."

"Jangan lupa janji Allah, laki-laki yang baik untuk wanita yang baik..."

Tak sadar Hawa ikut manggut-manggut.

"Aku tak yakin mampu putus darinya, Mbak!"

"Tapi kamu lebih yakin bahwa esok masih diberi umur panjang sedang malaikat maut senantiasa datang melawatmu..."

"Ya Allah!"

"Maka cinta mana yang lebih kamu beratkan, cinta Allah yang begitu Agung dan Sempurna atau cinta pacar kamu yang entah gimana kedepannya nanti... masihkah sama ataukah berubah... time changes, people changes!"

"Lalu aku mesti bagaimana ini?"

"Kamu masih boleh mencintainya. Asal..."

"Asal apa, Mbak?"

"Jangan biarkan dia terus menyentuh jiwa dan ragamu sampai dia syah melafalkan ijab qabul di depan ayahmu."

"Akad nikah?"

"Tapi untuk saat ini kondisi kami berdua sama-sama belum siap untuk hidup berumahtangga..."

"Dan kamu tentu tak siap juga untuk menanggung segala akibat kelak di hari pembalasan yang lebih abadi, kan?"

"Astagfirullaah hal adzim!"

"Adek, when you love someone, you really get to learn to let him go, if he does really made for you, however, Allah will lead his heart come back to you. But if he doesn't, means that he isn't your trully soulmate!"

"Berat, nggak mudah, Mbak! Kami sudah lama dekat..."

"Satu lagi, adekku sayang, Allah itu pencemburu, masih tak sadarkah dirimu, mencintai seseorang yang belum halal untukmu sama saja dengan mengkhianati-Nya!"

Plakk!!

Cukup sampai disitu, Hawa bergegas turun dari bus yang semestinya akan membawanya datang ke suatu tempat dimana dia berjanji untuk bertemu dengan kekasihnya disana.

Tidak hanya kuping, wajahnya pun terasa panas seketika. Kalimat terakhir itu benar-benar serasa menamparnya!

'Maaf, Mas! Kalau boleh saya meminta untuk yang terakhir kali, segeralah datang menemui waliku untuk mengkhitbahku. Jika Mas masih memberi janji-janji, mungkin lebih baik kita sudahi saja hubungan kita!'

Sebuah pesan tanpa basa basi terkirim ke nomer Adam, seorang lelaki yang telah setahun ini dekat dengan Hawa.

'Ya, aku harus tegas mengambil keputusan. Aku tak ingin terus terlena dalam fatamorgana kepalsuan dunia.

Karena aku tak ingin lagi mengkhianati cinta Allah. Cinta yang masih memberiku jedah untuk menikmati keindahan cinta-cintaNya yang lain. Cinta yang Suci tanpa noda. Cinta yang lebih pantas untuk kuperjuangkan dan ku-setia-i. Cinta yang menggenggam hatiku dan hati Mas Adam!'

Sayup-sayup terdengar panggilan-Nya. Hawa tersentak dan bergegas berlari mencari arah suara. Dia terlupa untuk menunggu balasan pesan dari Adam. Dia sudah tak terlalu peduli lagi. Karena yang memenuhi hati dan pikirannya saat itu hanya Rabb yang telah menjadikannya ada di muka bumi ini.



Sementara itu di sebuah rumah makan yang asri di kawasan pinggiran kota, nampak duduk bercengkerama Adam bersama orang tuanya dan Pak Ahmad yang tiada lain adalah ayah Hawa.

Ya, hari itu Adam memutuskan untuk pulang dari bekerja di luar negeri dan mengundang Pak Ahmad untuk meminta dengan resmi putri tercintanya itu.

Meski hubungan jarak jauh, tanpa ada sentuhan fisik, Adam merasa tersiksa dan sangat berdosa karena telah berani menyentuh dan menodai jiwa Hawa.

Cukuplah setahun berkalang dosa. Harus segera diakhiri dengan menghalalkan hubungan meski menanggung resiko kehilangan pendapatan puluhan juta rupiah!

Adam yakin, cinta Allah akan memberinya kecukupan untuknya, Hawa dan calon buah hati mereka nanti.

Sebuah KUA yang berada tepat di sebelah rumah makan, nampak mulai ramai dihadiri beberapa handaitaulan dari belah keluarga Adam. Persiapan hampir seratus persen, tapi sang calon mempempelai wanita masih juga belum nampak batang hidungnya.(*)

2 comments:

Post a Comment

 
;