Friday 21 March 2014 0 comments

The 3rd Antology



Alhamdulillah...

Alhamdulillah...

Alhamdulillah...



Sekali lagi sujud syukur hamba kehadirat-Mu, Allah Ya Rabb...


Dalam waktu seminggu, nongol lagi antologi ketiga yang semula aku rada pesimis mengingat jumlah peminat yang telah mengirimkan naskahnya lumayan membludak juga, 1100! Angka yang fantastik untuk seorang amatiran sepertiku...

Mengangkat cerita perjuangan seorang tenaga kerja non-formal Hong Kong atau biasa disebut sebagai Buruh Migran Indonesia HK, ternyata mampu menarik minat team admin lomba, dan memberikan kesempatan pada karyakuntuk masuk dalam buku ke-4...

Meski tak juara dan tak masuk dalam 10 besar karya terbaik, tapi karunia ini sangat kusyukuri...

Dengan harapan agar para pembaca di tanah air yang selama ini lebih banyak menilai kami dari sisi negatif, bisa sedikit merubah paradigma yang terlanjur melekat itu, menjadi sebuah penerimaan yang lebih manusiawi...

Bahwa kami pun di negeri orang tengah berjuang, berjihad melawan segala macam rasa... kangen keluarga, hampir putus asa karena susahnya beradaptasi dengan perbedaan bahasa dan adat istiadat, diskriminasi, cuaca dan yang lebih berat adalah tentang kewajiban beribadah.

Kutuliskan cerita ini apa adanya, tak ada kesan berhiperbola atau melebih-lebihkan, karena perjuangan yang tulus dan tak kenal pantang menyerah memang dijanjikan Allah dengan balasan yang setimpal.

Siapapun para pembaca antologi ini, kuharapkan... jangan lagi mengecam kami... jangan lagi meremehkan dan merendahkan kami... jangan lagi pandang kami sebelah mata... karena perjuangan kami jauh di negeri orang sangat berat, penuh cucuran air mata tak hanya tetesan keringat.

Sekali lagi, semoga sekelumit cerita yang aku hadirkan bisa membuka mata hati bahwa kami pun mungkin saja diberi-Nya hidayah dan keberkahan, limpahan rezeki dan cucuran kasih-Nya... sama seperti yang bekerja di tanah air dengan profesi yang lebih terpandang.

Akhir kata... 

"Dimanapu, kapanpun dan bagaimanapun... hukum menuntut ilmu Allah adalah wajib"


Salam
Thursday 20 March 2014 0 comments

Gurindam Dendam Terpendam

Gurindam Dendam Terpendam


Foto: blogspot
Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk” (QS.Maryam : 76)
Maka begitulah yang kurasakan tengah menimpa diriku saat ini.Subhanallah, sungguh betapa besar kasih sayang Allah kepada diri yang hina lagi kotor ini.Serasa malu yang teramat sangat manakala kubulatkan azzam untuk kembali lurus dijalan-Nya.Beban dosa terlalu menumpuk setelah sekian lama, bahkan hampir seumur hidupku, jarak yang jauh memisahkanku dari-Nya.Mungkin karena aku dilahirkan dan dibesarkan di keluarga yang kurang agamis.Mungkin juga karena aku sendiri yang terlalu tidak ambil peduli. Astagfirullaah hal adzim!
Agustus 2009 Allah mengujiku dengan begitu hebat.Dia memanggil putriku kembali ke haribaan-Nya.Ketika itu di suatu pagi buta aku mendapat telepon dari tanah air yang mengabarkan berita duka.Sontak duniaku terasa gelap.Aku sempat limbung dan hanya bisa menangis panjang dalam sujud subuhku.Hari itu juga aku putuskan kontrak secara sepihak dan pulang ke Indonesia.
Namanya Mahira –yang artinya ‘cerdas’-.Gadis kecil itu kulahirkan di bulan November 2001.Aku tinggalkan dia tiga tahun kemudian untuk merantau ke negeri jiran Malaysia karena suami tidak bekerja.Awal Maret 2008 kontrak kerjaku disebvah kilang elektronik habis dan aku putuskan untuk pulang ke tanah air.Aku ingat bahwa hanya beberapa bulan saja kebersamaan kami, karena pada bulan November akhir, aku terbang kembali ke luar negeri untuk bekerja, setelah aku resmi menyandang status janda. Suamiku, ayah Mahira, telah menikah dengan wanita lain dan menceraikanku.
Trauma dan penyesalan yang teramat mendalam masih saja berbekas bahkan sampai detik ini dihatiku.Mungkin karena faktor ketidakdewasaanku kala itu, pernah sekali aku begitu marah dan memukul pantat Mahira berkali-kali.Dia menangis menjerit-jerit mohon ampun.Tapi setan benar-benar telah menutup mata nuraniku sebagai ibu yang semestinya membelai anaknya dengan penuh kelembutan. Seberapapun besar kesalahan anak yang masih berumur 7 tahun! Padahal Mahira kecil adalah sosok yang luar biasa, dia sangat dikenal di kompleks perumahan.Uang saku hampir setiap hari dibagi-bagi dengan kawan-kawannya. Pun setiap sore dia rajin mengetuk pintu rumah mereka, mengajak mereka berangkat mengaji bersama. Dan kenangan itulah yang telah mengajarkan akuakan banyak hal.
Allah tidak benar-benar mengambil sesuatu dari kita. Lima belas bulan kemudian Dia mengganti bidadariku itu dengan yang lain. Aku melahirkan seorang bayi perempuan lagi dari pernikahanku yang kedua. Dan aku memberinya nama Salfa -yang berarti 'bijaksana'-. Namun agaknya Allah masih ingin memberiku hadiah-hadiah istimewa.Dia timpakan lagi sebuah ujian kepadaku. Suami keduaku, ayah Salfa, ternyata adalah seorang yang bertemperamental dan sangat possesif, mantan preman pasar pula! Dia duda beranak dua yang bekerja di pabrik alkohol, tiada hari baginya tanpa mabok! Dia kerap berlaku kasar kepadaku, baik secara tindakan kasat mata maupun lewat kata-kata.Aku wanita lemah, aku tak setegar Asiyah, akhirnya aku nekat memutuskan kembali ke Hong Kong ketika Salfa masih berumur 6 bulan.
Dan hidayah Allah datang menyapa, justru ketika aku bekerja pada majikan etnis Tionghoa yang sangat antipati dengan ibadah umat muslim. Setahun pertama bekerja, aku masih sangat jahiliyah.Sholat wajib bolong-bolong, puasa ramadhan juga, apalagi soal aurat. Sungguh aku malu bila mengingat setiap gaya tingkahku yang seolah masih gadis belia dan belum ada anak. Astagfirullaah hal adzim!
Aku bahkan sempat mengenal seorang lelaki muda asal Amerika, hampir satu tahun 'dekat'.Akibatnya rumah tangga yang awalnya sudah goyah, kian terpuruk. Sebab ternyata di kampung sana, suamiku juga serong dengan wanita lain. Azab Allah teramat perit kurasakan. Aku gagal menjadi istri dan ibu untuk yang kedua kali!
Alhamdulillah, hatiku pelan-pelan tersadarkan menginjak tahun kedua.Niat untuk memperbaiki diri mulai ada.Aku bersyukur teramat sangat karena Allah tidak benar-benar mematikan hatiku setelah maksiat yang kulakukan sempat mengeraskan hatiku dari berbagai nasehat.Masih ada setitik iman di dada.Dan Allah mulai mengirimkan malaikat-malaikatnya yang menjelma dalam sosok dan pribadi yang sangat tangguh, kepadaku.Membantuku bangkit setelah aku jatuh tersungkur dilembah kenistaan.Satu per satu Allah mempertemukanku dengan kawan-kawan yang bijak dan alim.Mereka tak mengolokku, mereka bahkan dengan sabarnya membimbing dan mengarahkanku.Mengajakku belajar dan diskusi bersama bab-bab agama.Sampai hatiku benar-benar terketuk.
Plaaaaaaak!
Aku seolah mendapat tamparan keras, terasa panas di awal, namun belakangan justru kurasakan kesejukannya.Dan teori botol kecap hendak menjadi botol aqua pun berlaku pada diriku.Perlahan namun pasti dengan berbagai cara-Nya, Allah seolah hendak menuang habis noda hitam yang telah mencemari masa laluku.Namun seperti ayat berikut, “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, ‘Kami telah beriman’, dan mereka tidak diuji?” QS. Al-Ankabut : 2. Ya, Allah masih ingin menguji kesungguhanku.  
Pertengkaran yang terus saja terjadi diantara aku dan suami, akhirnya memutus komunikasi kami. Terakhir suamiku sempat mengancam bahwa dia tidak akan mengijinkan aku untuk bertemu dengan Salfa kalau aku pulang tanah air nanti. Belajar dari pengalaman pertama, anak menderita karena perceraian sampai ajal menjemput, maka kali ini aku memilih ‘pasrah’ sambil sumbar kepadanya, ‘Boleh saja kamu pisahkan aku dari darah dagingku. Kehilangan satu Salfa, kelak aku akan memiliki puluhan Salfa-Salfa yang lain!’  
Semenjak hari itu semakin kucoba memperteguh keimanan. Dijalan-Nya aku belajar istiqomah, meski tanpa pendamping lagi, tempat berbagi keluh kesah. Hanya kepada sahabat-sahabat aku ungkapkan segala rasa.Dan hanya kepada Allah aku adukan segala penat.
Kusibukkan diri dengan bergabung di Forum Lingkar pena Hong Kong, juga melanjutkan sekolah, setelah enam belas tahun aku lulus dari bangku SMA. Bukan untuk mengejar gelar sarjana dan berharap mendapat kerja yang lebih layak, bukan itu tujuanku.Ini hanya salah satu caraku untuk menjadi lebih baik, karena ternyata menjadi seorang ibu berarti harus siap menjadi madrasah utama bagi anak-anaknya.Meski dua kali diberi kesempatan untuk itu telah kusia-siakan, aku masih tetap berharap suatu hari nanti aku mampu buktikan kepada dunia bahwa aku pun layak digelari ‘Ibu Sejati’ dari anak-anak yang lahir dari rahimku.
Hingga suatu hari, seolah Allah memberikan sebuah jalan terang, Dia mempertemukanku dengan seorang kawan. Setelah ngobrol kesana kemari, ternyata kami memiliki visi dan misi yang sama. Pendidikan anak-anak. Maka kami sepakat membentuk organisasi pelajar, sebuah perkumpulan yang beranggotakan para buruh migrant Indonesia di Hong Kong yang juga memiliki profesi lain yakni sebagai seorang pelajar –formal dan non-formal-. Lantas kami memberinya nama ApiKita-HK. Berangkat dari filosofi api sebagai penerang, maka di usia yang masih muda, bersama para anggota secara merangkak kami mulai meluncurkan beberapa program diantaranya melalui Gerakan One Day One Dollar. Kami mengumpulkan donatur yang notabene adalah para pekerja rumah tangga untuk memberikan bantuan beasiswa kepada adek-adek usia SD di tanah air yang berprestasi namun terbentur oleh kondisi perekonomian keluarga yang masih hidup pra-sejahtera.
Sebagai penggemar buku, aku dan kawan-kawan sepakat berbagi melalui program 100 buku anak-anak untuk taman bacaan yang dikelola oleh para sukarelawan di daerah-daerah yang masih pra-sejahtera.
Dan masih banyak lagi rencana-rencana yang telah kami susun, diantaranya menyiapkan diri semaksimal mungkin untuk paripurna pulang kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi dan terjun langsung ke lapangan.
Bagaimanapun aku coba memalingkan kerinduan yang teramat, aku tetap berdoa semoga kelak suatu hari nanti, Allah berkenan mempertemukan dan mengumpulkanku kembali dengan anak-anakku, darah dagingku, buah hatiku.Aku bertekad tak mau terus-terusan larut dalam penderitaan. Saat ini yang bisa kulakukan dengan menjadi ‘Ibu Angkat’ bagi anak-anak yang lahir bukan dari rahimku, bahkan yang aku tidak kenal siapa mereka, harapku Allah berkenan mengampuni dosa dan kekhilafanku karena telah mengabaikan hak anak-anakku untuk tumbuh besar dalam tanganku.
“Ya Allah, Ya Rahman Ya Rahim, aku datang pada-Mu dengan segala kerendahanku.Ampuni dosa-dosaku, terimalah taubatku.Ijinkan perjuanganku ini semata mengharap karunia-Mu.Restui hamba, karena kutahu, bahwa anak adalah amanah-Mu, titipan-Mu. Tapi Kau tetap lebih kucintai… Maka terimalah segala yang kulakukan ini…Aamiin”.
Maafkan Ibu, anak-anakku…
Kennedy Town, 13 Feb 2014

Ning Sehati - Hongkong
(Peserta LNN 2014)




Juara I Lomba Nulis Nabawia 2014

Link asli http://www.nabawia.com/read/6195/inilah-para-pemenang-lomba-nulis-nabawia-2014?utm_source=dlvr.it&utm_medium=twitter
Wednesday 19 March 2014 0 comments

Antologi PerdanaQ



Alhamdulillah...


Puji syukur kuucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberiku berkah dan karunia. Rahmat yang tiada pernah berkurang, bahkan terasa semakin melimpah.

Antologi perdana ini adalah di luar rencana, harapan, angan bahkan mimpi. Sungguh tak pernah terbayangkan bisa memberikan sedikit sumbangsih kisah diri yang tak seberapa bersama rekan-rekan yang lain kepada para pencinta-Nya.

Karya ini mengawali perjuangan di dunia literasi Indonesia. Dengan harapan semoga ke depan mampu menghadirkan coretan-coretan lain yang jauh lebih indah dan berkwalitas.

Sesuai tema, kumpulan kisah bersama ini benar-benar sebuah 'Miracle' untukku pribadi. Sebuah keajaiban yang diberikan Allah kepadaku sebagai hadiah... mungkin tentang semangatku... atau mungkin juga agar aku lebih mencintai-Nya lagi... menomorsatukan-Nya melebihi siapapun di dunia ini.

Ya Allah, Ya Rahman Ya Rahiim...

Diberi kesempatan untuk mencintai-Mu lebih dalam lagi di setiap desah nafasku, adalah hal yang sangat kudambakan...

Kuatkan aku... Kuatkan aku... Kuatkan aku...


Semoga catatan cinta kepada-Mu ini bisa memberi manfaat kepada hamba-hamba-Mu yang juga merindukan belai kasih-Mu...
0 comments

My 2nd Antology




Testimoni:
“Hijab bukanlah pilihan, melainkan kewajiban bagi para muslimah. Tak pandang tempat maupun profesi. Buku ini membuat kita memahami bahwa kita tidak sendiri dalam menghadapi tantangan berhijab” [@Alga_Biru_ , Redaktur Majalah Remaja Islam DRISE]
“Hijab dan karier adalah dua hal yang dilematis bagi seorang muslimah.Jika pilih hijab,siap-siap OUT dari karier.Jika pilih karier,tergadailah akidahnya.Galau memang!Tapi tenang saja,belajarlah dari buku ini.Kisah muslimah tangguh yang tak ingin tanggalkan hijab demi opsesi karier duniawi.”(AL-Khanza Demolisher,penulis buku Bidadari Revolusi,@Lastri_aND)
================
Siapa yang menduga bahwa perjuangan melaksanakan syariat tidak menuai banyak kendala?Bahkan coba senantiasa menyapa di saat diri bersungguh-sungguh untuk taat kepadaNya. (Rahma A.Sy_Sst.. It’s My Secret Letter)
Kisah-kisah inspiratif yang semakin memantapkan hati untuk berhijab syar’i meski berbagai cobaan dan ujian harus dilewati para tokoh dalam buku ini.
“Sebuah karya untuk menguatkan para hijaber dalam melaksanakan syari’at-Nya. Meyakinkan, bahwa kita tidak pernah sendiri dalam memperjuangkan hijab syar’i.
Duhai ukhty, terimalah persembahan cinta kami.. ‘Secret Letter for Hijaber’ kumpulan kisah inspiratif perjuangan hijabers.”
Kontributor buku: Mia Yunita , Rizka Ukhlaiya , Ditri A. Rizki , Lenni Ika Wahyudiasti , Yuni Astuti , Ning Eti Sehati, Imas Siti Liawati , Amalia Sani II, Euis Muadatul Hasanah Part II , Titi Arifi Wiranti , Ummu Maila , Qotrunnada Safaira Azzahra , Kurniaty Salam, Yuna Zafirah, Fitri Susantii




Friday 14 March 2014 2 comments

Rindu Bertamu ke Rumah-Mu


Rindu Bertamu ke Rumah-Mu
Oleh. Ning Sehati

“Kejarlah sesuatu yang mengangkat derajatmu di dunia dan menyelamatkanmu di akherat”

Buliran air mata masih saja menggenang di kedua pelupuk mata yang mulai terasa letih melayan malam. Peristiwa semalam (baca, kemarin) begitu menggetarkan kalbu. Ia masih terkesan dalam hati. Begitu mendalam, seolah seumur hidupku nanti tak akan terlupa. Sebuah peristiwa yang tak terencana olehku, namun sangat kuyakini bahwa itu adalah bagian dari skenario yang indah, matang dan sempurna yang telah Allah rancang untukku, hamba-Nya yang dhaif ini. Sebuah peristiwa yang berada dibawah kendali dan kuasa-Nya, yang mungkin bagi orang lain adalah hal biasa, tapi tidak bagiku. Diberi kesempatan untuk menjadi hamba terpilih -satu-satunya wartawan yang hadir meliput acara pelepasan calon jama’ah umroh- adalah sebuah berkah dan karunia. Sujud syukur tak henti kupanjatkan kehadirat-Nya, Allah Yang Maha Mengetahui.

Sejenak kucoba pejamkan indra penglihatanku dari sekelebat bayang mentari yang mulai datang menyapa malu-malu di ufuk timur. Bukan untuk melelapkannya, bukan, karena waktu beraktifitas telah tiba. Terbayang wajah-wajah takjub mereka, para jama’ah. Kubayangkan juga diriku ada bersama diantara rombongan. Diantara jutaan manusia dari berbagai belahan penjuru dunia. Diantara hitam dan putih warna kulit mereka. Diantara tinggi dan rendah postur tubuh mereka. Juga diantara berbagai riuh lantang talbiyah mereka…

Labbaika Allahumma labbaika, labbaika laa syariika laka labbaika, innal hamda wan ni’mata laka wal mulka laa syariika laka

Ya, tak henti bibirku basah melantunkan kegembiraan hati karena pada akhirnya aku mampu datang jauh dari nusantara untuk memenuhi panggilan-Nya, undangan-Nya… Sebuah kehormatan… sekali lagi… sebuah kehormatan mampu menginjakkan kaki di dua negeri yang kelak terjaga dari masuknya fitnah Dajjal Al-Masih. Makkah Al-Mukarramah dan Madinah Al-Munawwaroh.

Beep… beep…

Sebuah pesan whatsApp masuk ke ponselku. Seketika anganku buyar berhamburan. Ah… sedikit kecewa, kuusap air mata yang membanjiri wajah yang kian kusut dimakan usia ini. Kecewa karena kesadaran ini seolah terlambat datang menyapa.

Tapi, aku lantas ingat kemarin sempat ngobrol dengan seorang ibu, yang usianya malah sekitar dua kali lipat usiaku dan telah bekerja pada satu majikan yang sama selama enam belas tahun. Ketika kutanyakan mengapa baru sekarang pergi, dengan ringan beliau menjawab,

“Alhamdulillah, tugas Ibu membekali anak-anak dengan ilmu yang bermanfaat telah selesai, kini mereka sudah waktunya mencari ‘pangan’ sendiri-sendiri.”

Sungguh mulia perjuangannya. Kalaupun baru sekarang diberi kesempatan pergi, bukan karena beliau tak rindu pada Sang Khaliq, melainkan karena menunaikan kewajiban sebagai orang tua. Sebuah pelajaran berarti untukku. Ehmmm…

Ada juga teman lain yang sempat ngobrol. Di usia yang sudah masuk kepala tiga, masih juga menyandang status ‘jomblo’. Dan sebuah pertanyaan klasik pun kuajukan kepada si embak yang anggun dalam balutan busana lebarnya.

“Apa nggak pingin berangkatin orang tua dulu, ukthy… seperti kebanyakan cita-cita teman-teman lain?”

“Kalau saya justru ingin pergi dulu, dan begitu sampai sana, saya akan berdoa semoga Allah perkenankan saya datang kembali ke rumah-Nya di lain hari bersama keluarga saya, orang tua dan suami,” ujar si embak sambil tersenyum malu-malu.

“Aamiin… in syaa Allah…” aku tersenyum haru.

Anak yang sholehah, betapa bahagia kedua orang tuanya.

Yang lebih menarik perhatianku adalah hadirnya seorang anak yang hampir seumur dengan putri kecilku. Ah, sekecil itu sudah diberi kesempatan datang bertamu ke rumah Penciptanya. Pasti kedua orang tuanya khusyuk berdoa selama ini. Aku jadi terinspirasi untuk membawa serta putriku, kelak, satu hari nanti, kesana… Tak dapat kubayangkan bagaimana bahagianya aku sebagai seorang ibu bila bisa menguatkan keimanan anak sejak dini sekali, menunjukkan padanya betapa tergantungnya dunia pada ibadah umat muslim yang satu ini. Menjaga jagad raya bisa tetap berputar stabil 360 derajat dengan berthawaf berlawanan arah jarum jam.

***

Tak ada yang kebetulan di dunia ini, melainkan semua telah dirancang dengan begitu sempurna oleh-Nya. Ketika beberapa hari sebelumnya, aku juga mendapat sebuah kejutan, hadiah istimewa, bisa terpilih bersama sekitar empat puluh peserta lain. Dalam suatu kesempatan tour Islami, diberi kesempatan mendapat tausiyah dari seorang ustadz pemilik usaha biro haji dan umroh, membuat semangatku untuk dapat melaksanakan rukun Islam ke lima ini semakin mantab saja. Mendengar cerita-cerita beliau tentang kisah-kisah inspiratif para jama’ah, semakin meyakinkanku bahwa pada dasarnya semua hamba diberi peluang yang sama. Namun panggilan hanya akan ditujukan pada mereka yang benar-benar menguatkan azzam. Mendatangkan mereka ke rumah-Nya dengan segala kuasa-Nya, yang kadang tak mampu dinalar akal manusia. Subhanallah!

Mengingat sebuah pesannya, bahwa Allah Sang Maha Kaya, mintalah kepada-Nya yang ‘spektakuler’ jangan meminta yang nanggung, maka akupun mulai merombak doa-doa yang selama ini kupanjatkan. Ya, Allah Sang Maha Memberi. Tak satu-pun doa yang ditolak. Semua dikabulkan, meski tidak selalu cepat dan tepat seperti yang kita harapkan. Kadang bahkan diganti dengan yang lebih dari yang kita minta. Karena Allah tahu apa yang paling baik buat kita. Karena apapun rencana kita, tetap rencana Allah adalah yang paling sempurna.

***

Ya Allah, sungguh aku rindu berjumpa dengan-Mu. Meski kutahu betapa kotornya diri ini. Betapa kelamnya hari kemarinku. Betapa tak terkiranya maksiatku melupakan-Mu sekian tahun terakhir.

Ya Allah, sungguh aku rindu berjumpa dengan-Mu. Meski kusadari betapa ketakutan masih sering mengganggu pikiran. Takut akan balasan-Mu atas segala perbuatanku selama ini. Betapa cemasnya setiap kali membaca cerita-cerita yang menimpa para jama’ah. Betapa tak kan kuasanya aku menghindari kehendak-Mu.

Tapi Ya Allah… kerinduan yang semakin bertumbuh hebat di setiap detik ini, mengalahkan segala keraguan. Bukankah Engkau mengikut prasangka hamba-Mu? Bukankah Engkau tak melihat kelamnya masa lalu, melainkan seberapa kuat azzam hamba-Mu dalam memperbaiki diri?

Ya Allah, Illahi Rabbi… Ya Ghafur… Kau Maha Pemaaf, maka maafkanlah dosa-dosaku, dosa masa lalu, dosa hari ini dan juga dosa esok hariku… Ijinkanlah aku bersihkan diri dalam pertolongan dan bantuan-Mu… Ijinkanlah aku untuk memampukan diri… Ijinkanlah aku mencintai-Mu lebih dalam lagi… Ijinkanlah aku tetap teguh berjalan lurus diatas ketetapan-Mu… dan Ijinkanlah aku mati dalam rahmat-Mu

Ya Allah, Illahi Rabbi... Ya Muqit... Kau Maha Menjaga, maka jagalah aku dari segala kehinaan, jagalah lisanku dari bicara yang tak guna, jagalah telingaku dari mendengar yang tak bermanfaat, jagalah mataku dari membaca selain yang Engkau berkahi dan jagalah jari-jariku dari menulis selain tentang kaeagungan-Mu...

Ya Allah, Illahi Rabbi... Ya Matin... Kau Maha Teguh, maka teguhkanlah tekad ini, teguhkanlah keyakinan ini sebelum malaikat maut datang menjemput...

Kabulkan segala hajatku karena Engkau Al-Mujib... 

Entah bagaimana caranya, kupercayakan kepada kuasa-Mu sepenuhnya tanpa sedikit keraguan, cepat atau lambat, kan kuinjakkan juga kaki ini disana… dirumah-Mu… Baitullah… In syaa Allah… atas ijin-Mu... 

Karena jika mereka bisa, akupun harus bisa juga!

 Aamiin.



Senyum optimis penuh semangat terkembang dari bibirku. Mantap kuteguhkan satu amalan sebagai ibadah unggulan tuk mencari ridho-Nya yang bisa membuka jalan ke arah sana, seperti nasehat sang ustadz.



Kennedy Town, 12 Maret 2014
.



 
;