Tuesday 25 February 2014 2 comments

Misteri Madam M

Misteri Madam M
Oleh. Ning Sehati






                

          Keringat dingin masih saja mengucur didahiku. Hawa dingin penyejuk ruangan tak cukup mampu menghentikan rasa gerah yang melanda sejak beberapa jam lalu. Entah berapa puluh kali mataku sibuk melempar pandangan ke arah pintu masuk. Jam dinding terus berdetak seolah tak mau peduli dengan kecemasanku. Keadaan diluar masih gelap dan lengang. Pandangan mata penuh selidik dari para petugas membuatku salah tingkah dan tidak nyaman untuk berlama-lama duduk di dalam ruangan ini.

“When your employer can arrive here, Miss?”

Tiba-tiba seorang petugas wanita telah berdiri di dekatku.

“I’m not sure, Madam.”

Petugas berseragam lengkap itu berlalu sambil menggerutu. Mrs. Stanley, anak majikanku yang terbang langsung dari Singapura begitu petugas menghubunginya tadi, belum juga kelihatan batang hidungnya. Hatiku semakin berkecamuk tak menentu. Empat tahun bekerja di negeri beton, baru kali ini berurusan dengan pihak berwajib. Bermacam-macam bayangan buruk silih berganti melintas dikepalaku. Gara-gara Madam M!

***
           
           Tiga bulan yang lalu saat menjelang finis dari majikan pertama, aku memutuskan untuk mencari pengalaman dan tantangan baru. Tekadku sudah sangat bulat utuk mendapatkan job yang banyak waktu luang agar aku bisa lebih nyaman membaca modul-modul kuliahku tanpa harus tergesa-gesa berkejaran dengan jadwal kerja yang padat.
            
           Hingga di suatu siang yang terik, aku mendapat telpon dari agen yang mengabarkan bahwa ada majikan yang sesuai dengan permintaanku. Tanpa banyak tanya, akupun setuju saja untuk datang interview ke kantor agensi di Mongkok pada hari libur.
            
          Minggu pagi aku meluncur setelah sarapan sekedarnya. Tak sabar ingin segera berjumpa calon majikan baru. Dan setelah duduk manis menunggu, sekitar hampir satu jam, datanglah seorang wanita separuh baya. Rambutnya pirang bergelombang. Mata biru asli bukan soft lens, dengan bulu mata yang dipoles maskara hitam. Cantik dan nampak anggun meski sudah agak keriput.

“So, this is the maid, Madam.” Nyonya Lee, agenku, menunjuk ke arahku sambil tersenyum.

“Good morning, Madam,” sapaku ramah.

“Morning. What is your name?”

“My name is Fatma.”

“Fatma, call me Madam M,” wanita itu mengulurkan tangannya padaku. “So, you are a student, aren’t you?” tanya Madam M sambil mencermati selembar kertas berisi biodataku.

“Yes, Madam.”

“It’s not a problem for me, if you accept my offer to work with me, you’ll have your own room.”

“That’s what I need,” aku tersenyum.

“Do you have any other requirement, Fatma?”

“Yes, Madam. Do you mind if I do my obligation as a moslem during the working time?”

“Don’t worry, I know about that. I respect what others believe in.” Madam M tersenyum meyakinkan.

“Ok, that’s enough for me. I agree to work with you, Madam.”

“That’s great!”

“Thank you and see you soon, Madam.”

“Oh, by the way, just inform you a thing…” Madam M diam sejenak.

“Yes?” tanyaku penasaran.

“I live with my twin sister and a cute cat.”

“No problem at all for me, Madam.”

***
            
            Rasa bosan dan jenuh mulai datang menyergap setelah genap satu bulan bekerja di rumah Madam M. Apalagi memasuki bulan kedua, mulai kutemukan banyak kejanggalan. Sebuah kamar yang berada paling ujung diantara empat kamar yang ada di rumah berukuran 1500 square feet itu, yang senantiasa dalam keadaan terkunci, tiba-tiba saja pintunya terbuka. Saat itu sekitar jam empat dini hari, ketika aku berjalan melintas menuju dapur untuk melegakan dahaga. Bulu romaku seketika meremang. Dalam keadaan yang gelap, aku merasa seperti tengah ditatap oleh sepasang mata yang entah bersembunyi dimana.

Meeeooooong…
Si hitam melintas secara tiba-tiba. Entah dari mana dia muncul, hampir saja kakiku menginjaknya. Sedikit lari aku segera mengambil minum dan mampir ke kamar mandi sebelah dapur untuk berwudhu. Dan hatiku menjadi sedikit sejuk setelahnya. ‘Mungkin kembaran Madam M pulang’ pikirku mencoba menghibur diri.

***
            
            Sejak kejadian pagi buta itu, setiap aku terbangun untuk melaksanakan qiyamul lail, kamar itu selalu dalam keadaan lampu menyala. Sayup-sayup terdengar suara Madam M tengah berbincang, tepatnya berdebat. Sesekali nada bicaranya meninggi. ‘Saudara kembar Madam M memang telah pulang ke rumah’ pikirku lega. Tapi pada keesokan paginya dari jam 7 saat aku bangun sampai malam jam 9 saat aku masuk kamar, tak sekalipun aku melihat sosoknya. Begitu juga pada hari-hari selanjutnya. Hanya foto-foto lama yang dipajang di atas rak di dalam kamarnya yang bisa kuperhatikan. Wajah mereka berdua memang sangat mirip. Aku rasa mereka kembar identik. Selimut diatas ranjang selalu dalam keadaan tertata rapi, sangat berbeda dengan keadaan kamar Madam M yang selalu acak-acakan. Ada sekuntum bunga mawar putih segar diatas meja rias. Aku bisa membayangkan bagaimana perwatakan saudara kembar Madam M dari isi kamarnya. Tapi yang sempat mengganjal otakku adalah tidak pernah kutemukannya baju kotor sehelaipun dalam kamar itu. Padahal dirumah ada mesin cuci, mustahil juga kalau masih membawanya ke laundry. ‘Ah, mungkin baju-bajunya terbuat dari bahan spesial yang berharga selangit. Dasar orang kaya!’ batinku.

***
            
             “Help me! Somebody help me, please!” sebuah teriakan mengejutkan lelapku yang baru beberapa saat. Suara Madam M. Tanpa sempat mencari sandal, aku berlari secepat kilat menuju asal suara. Seolah ada yang menuntun karena kakiku langsung  sampai ke kamar ujung. Kulihat Madam M tergeletak bersimbah darah diatas lantai. Sebuah pisau dapur yang telah berubah warna merah tertancap diperutnya.

“Astagfirullah hal adzim!” teriakku histeris.

“Call ambulance, Fatma! Hurry up! I’m dying!” suara Madam M bergetar lemah menahan sakit.

Setengah jam kemudian sebuah mobil ambulance datang meraung-raung. Dengan gesit para petugas segera memberikan pertolongan pertama untuk menyelamatkan nyawa Madam M yang hampir sekarat. Belum sempat aku berganti pakaian untuk ikut masuk ke dalam mobil ambulance, sebuah mobil patroli polisi Hong Kong datang menyusul. Aku ditahan tanpa banyak pertanyaan. Dalam keadaan kalut, aku masih bisa berpikir bahwa diam adalah pilihan yang paling tepat.

“She tried to kill me… my twin…”

Sempat kudengar rintihan Madam M dari dalam mobil ambulance sebelum meluncur membawanya pergi ke rumah sakit.

***
            
           Wajah Mrs. Stanley yang cantik terlihat pucat mendengar penuturanku. Sejenak dia terdiam dan tertunduk lesu. Tiba-tiba dia mengeluarkan sebuah tab berukuran 10 inch dari dalam tasnya. Lalu menunjukkan padaku koleksi foto-foto yang tersimpan di dalam gallery. Dalam ketidakpahaman aku manut saja. Satu per satu foto keluarga terpampang. Dan mataku terhenti pada sebuah foto peti jenazah. Ada foto wanita diatasnya dan sepertinya aku pernah melihatnya. Mrs. Stanley seolah mengerti kekagetanku, dia memperbesar resolusi foto sampai benar-benar terlihat jelas. Foto itu! Aku  terperanjat menyadari bahwa foto yang sama terpajang diatas rak yang ada di dalam kamar ujung. Foto saudara kembar Madam M! Mataku terbelalak begitu melihat tanggal yang tertera, ’19-12-2010’.

“My aunty had passed away 3 years ago,” kalimat Mrs. Stanley semakin mempercepat detak jantungku.

“And…?” tenggorokanku seolah tercekat. Bulu kudukku seketika berdiri. Darahku berdesir.

Mengalirlah sebuah cerita dari mulut Mrs. Stanley. Ternyata  selama tiga tahun ini Madam M menyimpan penyesalan yang begitu dalam. Sang saudara kembar lebih dicintai oleh suaminya dan ingin dijadikan istri kedua. Cemburu membutakan mata hati Madam M. Membuatnya nekat menyewa pembunuh bayaran untuk mengakhiri nyawa keduanya. Hukum Tuhan berlaku atas dirinya. Dikejar rasa bersalah membuat pikirannya menjadi kacau dan menganggap bahwa saudara kembarnya itu masih hidup.
     
    Kepalaku berdenyut hebat ketika Mrs. Stanley pamit pulang. Meski hati lega karena akhirnya statusku ditetapkan sebatas saksi dan akan segera dibebaskan, namun perasaan nanar menggelayut pikiranku. Tidak mungkin aku kembali ke rumah Madam M saat ini. Ah, entahlah bagaimana nasibku selanjutnya. Aku pasrah dalam sujud panjang saat kutunaikan sholat shubuh didalam sel sempit dan pengap ini.(*)

-          T a m a t    -




Dimuat di Tabloid Dwimingguan ApaKabar Plus Hong Kong Edisi #24 Thn VIII 22 Feb - & Maret 2014





         






    

 
;