Sunday 16 November 2014 0 comments

Pipiet Dan Hujan





Hujan masih saja mengguyur bumi, membasahai setiap sudut kota. Air nampak menggenang di beberapa tempat, menyisakan pemandangan yang kurang sedap dipandang mata. Becek!

“Huh!” Pipiet menjerit kecil.

Sebuah mobil tua melaju dengan kencang melewati gerombolan anak-anak berseragam biru putih yang tengah berjalan berjingkas menghindari genangan-genangan air.

Pipiet, seorang gadis kecil berperawakan agak kurus, kembali menggerutu meyadari rok biru selutut yang dikenakannya kini telah menjadi basah tak hanya oleh air hujan tapi juga ditambah cipratan lumpur!

“Aduh! Gimana nih?” tanya Pipiet kepada kawan-kawan yang mengitarinya.

“Waktu kita tidak banyak, lagipula sekolah juga sudah dekat. Kamu nggak mungkin pulang kembali dan berganti rok, Piet!” ujar Sella sambil melirik ke arah jam tangan merah muda yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.

“Nanti sampai sekolah, cukup dibersihkan dengan air bersih. Lama-lama juga bakal kering sendiri koq!” Mega turut menimpali sambil membetulkan gagang kaca mata yang bertengger menghias wajah bulatnya.

Dengan wajah yang masih dilipat-lipat, Pipiet mengangguk saja dengan saran Mega, sahabatnya sejak duduk di sekolah dasar. Lantas dia segera berlari kecil menyusul yang lain yang telah menyeberang jalan. 

Sebuah bangunan sekolah berdiri megah tak jauh dari situ. SMPN Asah Asih Asuh, tempat Pipiet cs memulai status mereka sebagai pelajar sekolah mengah pertama seminggu yang lalu.

Sungguh awal hari yang menyebalkan!

***
            
Langit kian gelap. Hujan yang sempat reda beberapa waktu lalu, kini satu per satu airnya mulai jatuh kembali ke muka bumi. Pipiet melirik jam tangannya, hampir jam tiga. Sekolah sudah sepi, kendaraan para guru pun sudah tak nampak berjejer di parkiran. Mega, Sella dan kawan karib Pipiet yang lain mungkin kini sudah pada asyik meringkuk dalam selimut mereka, menikmati istirahat siang.

Pipiet sedikit memanyunkan mulutnya. Apalagi ketika dilihat beberapa kakak kelas yang tadi juga ikut rapat, cuek bebek kepadanya, tak ada satupun yang berbasa-basi menawarinya untuk sekedar pulang sekolah bersama.

Dengan langkah gontai, perlahan Pipiet meninggalkan pelataran sekolah. ‘Sebagai aktivis sekolah, aku harus mulai bisa sendiri! Ya, harus bisa!’ tekad Pipiet dalam hati. ‘Ah, Mega, kenapa pula kamu malas kalau aku ajak mengikuti kegiatan!’ Pipiet mengeluh sambil ujung kakinya iseng menendang sebuah kaleng bekas.

“Auw!!” tiba-tiba Pipiet menjerit.

Refleks kakinya bergerak mundur beberapa jengkal. Kaleng bekas yang ditendangnya tadi tanpa sengaja mengenai sebuah motor yang melaju dengan kecepatan sedang dari arah belakang. Dan sekali lagi, kejadian seperti pagi tadi, Pipiet terciprat genangan air bercampur lumpur untuk yang kedua kali!

“Aduh, maaf ya, Dek! Saya beneran nggak sengaja,” sang pengendara motor tiba-tiba sudah berdiri di depan Pipiet.

Pipiet menggerutu sambil tangannya sibuk membersihkan rok dan kakinya yang kotor. Tak dipedulikannya permintaan maaf  dari lelaki separuh baya itu.

“Nih pake sapu tangan Om saja, Dek!” ujar lelaki itu sambil mengulurkan sapu tangan warna biru muda ke arah Pipiet.

Secepat kilat tanpa malu-malu, Pipiet meraih sapu tangan itu dan lantas dengan sekenanya menggunakan untuk mengelap sepatu hitamnya!

Sang lelaki yang masih setia berdiri memperhatikan gerak-gerik Pipiet, meringis tipis. ‘Dasar, ABG! Semoga saja kekasih Om tidak mengetahui akan hal ini!’ batinnya pilu memandangi sapu tangan yang telah berubah warna. Kotor!

***

Petir menggelegar, memecah keheningan malam. Pipiet terperanjat dari tidurnya ketika tiba-tiba kamarnya menjadi gelap gulita.

“Mama!” teriak Pipiet ketakutan.

Sepi, tak ada sahutan suara dari arah luar kamar. Dengan meraba-raba akhirnya tangan Pipiet berhasil menemukan telepon genggam yang tergeletak di atas meja belajar. Bergegas dipencetnya angka-angka, diletakkannya telepon genggam di telinga kanan.

Tuuut… tuuut…

Tak ada sahutan. Bahkan untuk sekian kali panggilan yang Pipiet lakukan pada sebuah nomer, masih saja tak terjawab.

‘Aduh! Mama kemana sih?’ tanya Pipiet pada dirinya sendiri.

Beep… beep…

Telepon genggam Pipiet bergetar. Sebuah pesan masuk. Bergegas Pipiet meraih benda kecil yang tadi sempat dilemparkannya begitu saja di atas kasur lantaran geram.

‘Maaf, sayang! Mama sedang di RS Bakti Bangsa, tidak bisa menjawab telpon.’

Rumah Sakit? Ngapain malam-malam begini Mama disana ya? Siapa yang sakit? Mama?

Sekian pertanyaan bermain-main di benak Pipiet. Dicobanya berkali-kali untuk memejamkan mata, tapi sia-sia saja karena rasa ngantuk seolah telah pergi entah kemana. ‘Apa yang harus aku lakukan sekarang?’ Hati Pipiet kian resah tak karuan. Hujan dan Rumah Sakit Bakti Bangsa!

‘Ah, aku nggak boleh diam saja begini. Aku harus mencari tahu apa yang sedang terjadi!’

Otak cerdas gadis berkaca mata minus dua itu segera bekerja. Disambarnya jaket yang menggantung di belakang pintu. Dikenakannya sandal jepit yang teronggok pasrah di sudut ruangan. Dalam keadaan remang-remang, dibongkarnya isi lemari. Selang beberapa menit kemudian sebuah jas hujan warna kuning muda telah berada di tangannya. Tanpa membuang waktu lebih lama lagi, bergegas Pipiet berlari keluar rumah.

***

Hujan deras masih setia menemani perjalanan Pipiet menuju rumah sakit. Mulut Pipiet tak henti berkomat-kamit melantunkan macam-macam doa. Tiba-tiba saja hati Pipiet menjadi sangat tidak enak. Ditambah dengan keadaan jalan yang agak macet, membuat taksi yang membawanya tak bisa berjalan dengan lebih cepat.

Hujan! Pipiet begitu membenci keadaan ini. Membuat segala kegiatan menjadi terhambat. Mau ngapa-ngapain jadi tidak bisa berjalan lancar seperti ketika hari cerah. Belum lagi jalanan yang menjadi becek atau trotoar yang penuh sesak dengan payung-payung para pengguna jalan yang dibuka lebar seenaknya sendiri.

Huh!

Hujan juga telah meninggalkan sebuah kenangan pahit dalam perjalanan hidup Pipiet. Kejadian lima tahun lalu itu masih terekam kuat dalam memori Pipiet.

Pagi itu langit tengah mendung. Mas Edo yang kala itu masih duduk di bangku kelas 6 SD, tengah bersiap untuk mengikuti acara perkemahan. Waktu telah menunjukkan hampir pukul tujuh. Papa yang terlambat bangun karena semalam pulang kerja menjelang pagi buta, ikut kelabakan. Tak seperti biasa, entah kemana pergi Pak Har, tukang ojek langganan yang biasa mengantar Mas Edo dan Pipiet berangkat sekolah.

Akhirnya dalam keadaan tergesa-gesa, mereka bertiga berangkat meninggalkan rumah. Namun baru sekian meter mobil melaju, tiba-tiba hujan deras mengguyur. Jalanan menjadi gelap dan sedikit ricuh.

Beberapa menit kemudia tanpa diduga dari arah berlawanan muncul sebuah mobil boks yang berjalan terseok-seok, mungkin karena jalanan yang menjadi licin atau mungkin juga karena sopir telah kehilangan kendali akibat rem blong.

Braaaaaaaaaakkkk!

Kecelakaan pun tak dapat dihindari. Mobil yang dikendarai Papa, Pipiet dan Mas Edo tertabrak mobil boks. Hal terakhir yang Pipiet ingat setelah suara dentuman yang keras adalah suara jeritan orang-orang yang melihat kejadian itu, selanjutnya entah, Pipiet tak sadarkan diri.

***

Begitu terjaga, Pipiet sudah berada dalam sebuah ruangan serba putih. Semerbak bau obat-obatan segera menyergap hidung Pipiet. Rupanya Pipiet ada di salah satu kamar rawat rumah sakit.

Papa? Mas Edo? Dimana mereka?

Dalam keadaan setengah sadar, Pipiet merasa kepalanya seperti berputar-putar. Lantas ia meraba kepala dan tangannya terhenti pada bagian wajah. Sebuah perban menutup mata sebelah kanannya.

“Pipiet! Kamu sudah sadar, sayang?” tiba-tiba Mama masuk kamar dan menghambur ke arah tubuh Pipiet yang tergeletak lemah di atas ranjang.

“Ada apa ini, Ma? Kenapa mata Pipiet dibungkus begini?” tangan Pipiet menggenggam erat tangan Mama yang tak kuasa menahan tangis. “Papa dan Mas Edo mana, Ma?” tanya Pipiet polos.

“Kamu istirahat dulu ya, sayang! Jangan mikir yang berat-berat dulu!” ujar Mama sambil mengusap matanya yang sembab. Sejurus kemudia lembut dikecupnya kening sang bungsu.

Pipiet kecil hanya mampu menganggukkan kepalanya yang terasa kian berat. Selanjutnya Pipiet kembali terlelap.

***

“Mama!” suara Pipiet tercekat.

Sebuah pemandangan yang sangat mengejutkan hati Pipiet menyambut begitu pintu terbuka. Dilihatnya Mama tengah memeluk tubuh seorang lelaki yang tengah berbaring di atas ranjang berseprei putih polos.

Braaakk!

Pipiet membanting pintu dan segera berlari pergi meninggalkan kamar. Hati gadis muda itu begitu bergemuruh. Ada semacam perasaan tidak suka menyusup ke dalam hatinya.

Apa-apaan ini, Tuhan?

“Sayang…” tiba-tiba suara lembut Mama hadir di antara suara hujan.

Tangan Mama mengusap rambut Pipiet yang terduduk dengan kepala tertelungkup di tepian trotoar depan rumah sakit. Mama mengarahkan payung yang dibawanya menutupi tubuh Pipiet yang tampak terguncang. Isak tangis Pipiet kian terdengar nyaring.

“Siapa dia, Ma?” tanya Pipiet sesaat setalah ia mampu sedikit menguasai hatinya yang begitu gundah.

Lima tahun Pipiet habiskan hari-harinya berdua bersama Mama saja sejak kepergian Papa dan Mas Edo untuk selama-lamanya akibat kecelakaan hari itu. Haruskah kini ia rela berbagi kasih Mama? Atau bahkan kemungkinan lebih parah, sanggupkah ia kehilangan Mama juga?

“Namanya Om Tegar. Dia kawan kuliah Mama dulu. Kami berjumpa kembali setahun yang lalu di acara reuni akbar kampus…” Mama diam sejenak, menghela nafas panjang.

“Apa Om Tegar akan menggantikan posisi Papa di hati Mama?” tanya Pipiet to the point diantara isak tangis yang masih terdengar satu-satu.

“Om Tegar orangnya baik, sayang. Istrinya juga telah meninggal. Sekarang dia bekerja di sebuah kapal pelayaran milik asing.”

Dalam keterkejutan, Mama tetap mencoba memberikan jawaban bijak kepada putri tersayangnya yang tengah dalam masa pertumbuhan itu.

“Tapi dia akan menjadi Papa tiri Pipiet kan, Ma?” mata Pipiet tajam mengarah ke sang Mama.

“Sayang, cinta Mama pada Pipiet tetap akan utuh tak terbagi sedikitpun. Mama janji!”

Mama terus mencoba membujuk Pipiet. Dalam hatinya timbul perasaan bersalah karena menyembunyikan semua tentang Tegar dari Pipiet. Lalu lembut ditariknya tubuh Pipiet yang telah basah kuyup ke dalam pelukannya.

“Pipiet benci hujan! Benci!” tiba-tiba Pipiet berteriak dan berdiri, mencampakan pelukan Mama.

“Pipiet!” suara Mama terdengar parau.

“Pipiet benci hujan, Tuhan! Hujan yang bawa Papa dan Mas Edo pergi! Hujan yang buat mata kanan Pipiet jadi juling! Dan kini apa lagi?” teriak Pipiet lantang.

“Mirna!” seorang lelaki tiba-tiba hadir menghampiri Mama.

“Mas Tegar!” jerit Mama kaget.

Bagaimana tidak terkejutnya wanita empat puluh tahun yang masih nampak cantik itu begitu melihat sang kekasih yang dalam keadaan kepala terbalut perban dan kaki yang terpincang-pincang, kini telah berada dalam guyuran deras hujan bersama dirinya dan anaknya.

Pipiet menolehkan kepalanya ke arah pemilik suara bariton. Dalam keadaan mata yang agak samar karena air hujan, tiba-tiba Pipiet teringat pada sosok itu. Bukankah dia itu sang pengendara motor yang beberapa waktu lalu menyodorinya sapu tangan warna biru muda di depan sekolah?

“Aaaah!!” Pipiet kembali berteriak. “Mengapa hujan bawa Papa baru untuk Pipiet, Tuhan?!”

Dan Pipiet pun berlari menerobos pekat dalam rinai hujan yang menggigilkan malam, meninggalkan Mama dan Om Tegar yang masih berdiri terpaku di trotoar jalan.(*)

T a m a t







Wednesday 5 November 2014 0 comments

Antologi 'Langkah Menjemput Sukses'





Sekian tahun bekerja aku memang telah menyusun banyak rencana indah dalam benak pikiranku. Tapi ternyata Allah telah menyiapkan rencana-rencanaNya yang jauh lebih indah untukku.


            Sungguh di luar dugaan dan rencana, di tahun ketiga bekerja di Hong Kong, Allah mengatur kepulanganku kembali ke tanah air dengan begitu sempurna. 

Paspor dan HKID ku hilang!


...


“Those who know, do! Those that understand, teach!” (Aristotle)

***



Monday 14 July 2014 0 comments

Antologi Beasiswa




Judul : Beasiswaku, Beasiswa APIKITA-HK
Pengarang : Kinanti Larasati Pandanwangi & ECA Lovers
Ukuran : 13 cm x 19 cm
Tebal : vi + 143 halaman




Sinopsis :


Awal berdiri ApiKita-HK meluncurkan sebuah gerakan yang kami beri nama ‘Gerakan $1 Selamatkan Nasib Anak Bangsa’. Setelah menghimpun beberapa anggota. Kami sepakat menyisihkan uang jajan HK$ 1 setiap hari. Kami masukkan dalam celengan khusus yang di luarnya kami kreasi dengan macam-macam tulisan penyemangat. Kami juga mengajak kawan-kawan lain untuk bergabung menjadi tim donatur tetap.
Setelah satu bulan berjalan dari dicanangkannya program ini yakni pada tanggal 11 Desember 2013, mulailah kami mengumpulkan celengan masing-masing. Selain ada yang memberi pas HK$ 30, ada juga yang memberi HK$50 dan HK$100.
Dari hasil celengan inilah kami mencari calon adik asuh dari usia tujuh sampai dua belas tahun untuk diberi bantuan beasiswa pendidikan sampai lulus SD. Kami memasang informasi di media sosial facebook. Hingga kegiatan kami menarik perhatian beberapa media cetak yang ada di Hong Kong. Mereka memuat niat kami dalam berbagai berita.

Ahsani Taqwyma - Arishi - Bintang Kejora - Dhito Nur Ahmad - Hasvirah Hasyim Nur - Layli Putri Hasnah - Lilis Nurhalimah - Liska Intan Mustika - Lu’lu Ngaqilah - Muh Ikrimah - Natasa Puji Kosasih - Nidhom VE - Nurlaeli Umar - Putri Meila - Radindra Rahman - Rela Sabtiana - Ruspeni Daesusi - Tri Adnan - Ukhti Khaira
Thursday 3 July 2014 2 comments

Tips mudik lebaran





Tips mudik lebaran dari HK ke tanah air:

1. Jaga penampilan karena orang bilang 'Ajining rogo soko busono'
(Jangan tampil norak ya!).

2. Pastikan barang yang dimasukkan dalam bagasi pesawat tidak melebihi batas jatah
(Daripada kena caz $160/kg!).

3. Pastikan juga barang yang dibawa naik pesawat tidak lebih dari 7kg dengan ukuran tas tertentu
(Koper paling kecil bisa).


4. Perhatikan juga isi bawaan, waspada dengan aneka macam alat-alat yang dikesan tajam
(Meski hanya gunting kuku kecil!).

5. Juga tentang cairan, perhatikan ukuran maximal yang dibolehkan naik bersama penumpang.

6. Usahakan datang lebih awal beberapa jam dari jam terbang yang tertera pada tiket
(Ngantri check-in kan butuh waktu).

7. Sebisa mungkin tukar HK$ ke IDR jauh hari, karena harga tukar di bandara jelas lebih mahal.

8. Hindari rayuan untuk dititipi bagasi orang lain, bukan su'udzan tapi waspada adalah lebih baik karena kita nggak tau pasti apa isi tas mereka kan?
(Tolak dengan sopan dan tegas bujukan para penjual jasa).

9. Untuk keperluan check-in, siapkan paspor dan print tiket (HK ID kalau tidak diminta, nggak perlu dikeluarkan).


10. Ketika hendak memasuki kawasan check barang dan badan untuk di x-ray, keluarkan laptop dan alat elektronik lain (hp, tab dll) dari dalam tas anda

11. Kalau yakin bisa baca papan petunjuk, setelah check-in beres, lebih baik langsung masuk saja ke imigrasi.

12. Jangan mudah percaya kepada siapapun yang baru anda kenal selama dalam perjalanan. Ngobrol seperlunya saja.

13. Hindari menitipkan barang pribadi pada orang asing yang baru anda kenal, bawa masuk ke jiso saja tasnya kalo perlu, apalagi yang berisi dokumen penting dan uang!

14. Waspada kalau ada orang asing yang menawari anda aneka makanan atau minuman, modus lama, dalam makanan atau minuman itu telah dicampuri obat bius!
(Alhamdulillah pas puasa, ada alasan nolak).

15. Manfaatkan dengan baik waktu selama duduk dalam pesawat. Kalau nggak ngantuk, bisa dilewati dengan membaca Al-Qur'an atau buku2 lain yg bisa menambah timbangan pahala.
(Utk GA bisa juga nontong 'Sang Kyai' keren lho .

16. Sesampai di tanah air, tetap jaga adat 'ngantri' semoga dapat menjadi contoh yang baik untuk saudara kita di tanah air yang masih hobi dusel-duselan.

17. Jangan lupa setting jam anda, dimana waktu HK berbeda 1 jam dengan tanah air
(Apalagi untuk yang transit, sangat penting ini!).

18. Di Bandara Soekarno-Hatta, barang bawaan qt akan melewati mesin x-ray, perhatikan bila menemui coretan kapur pada permukaan tas anda, itu artinya di dalam tas anda dicurigai ada barang yang termasuk dalam daftar abu-abu (senjata tajam, obat-obatan terlarang, minuman keras dll).

19. Bila terjadi pada anda, pastikan tetap bersikap tenang dan ikuti saja arahan petugas. Jangan mengeluarkan banyak statement yang bisa memancing kecurigaan lebih jauh.

20. Terus ikuti arah petunjuk untuk yang transit, mampir lihat papan pengumuman di mana gate untuk penerbangan selanjutnya anda.
(Kalau bingung bisa tanya pada petugas bandara)

21. Setelah mendarat di bandara tujuan masing-masing, pastikan saat pengambilan barang, tak ada yang terlewat. Bila ada masalah kehilangan, bisa segera menghubungi petugas.
(Ndak perlu panik dan tetaplah cooling down)

22. Pastikan para penjemput anda berada di Hall Kedatangan Internasional!
(Harus ekstra hati-hati bila anda memilih transportasi umum untuk melanjutkan perjalanan ke rumah)

23. Bawa uang IDR secukupnya saja, sebelum meninggalkan HK lebih baik ditransfer aj dulu.

24. Jangan lupa sebelum meninggalkan rumah majikan, baca ayat Qursi dan bismillah ea!
Begitupun saat turun pesawat ucapkan 'Alhamdulillah'!
(Lebih afdol lagi kalau ada wudhu dan membaca doa naik kendaraan/pesawat terbang)



Sekian sedikit tips dari saya, semoga bermanfaat.

Semoga selamat dari berangkat sampai tiba di rumah kalian ea 



Note : Biasa dalam keadaan begini, apalagi untuk yang pertama kali mudik, hati jadi gelisah dan tak tenang, maka selama perjalanan, perbanyaklah mengingat Allah, Dzat yang di tangan-Nya nyawa qt digenggam.
Saturday 24 May 2014 0 comments

Antologi 'Aku, Sang pengkhianat!'




Judul : Aku, Sang Pengkhianat
Pengarang : Authar Andrean, Rela D'JavaBeauty, dan ECA Lovers
Ukuran : 13 cm x 19 cm
Tebal : vi + 124 halaman


Sinopsis :

"Marni?!" terdengar suara dari depan pintu kamar dan aku mengenal suara khas itu.
"Iya Mas, aku Marni!" Aku tersenyum melihat dia salah tingkah.
"Kenapa, Mas? Kaget?"
"Iii .... Iniii ...." suaranya terbata sambil menunjuk perempuan di sampingnya.
"Rayana? Iya, kan?" potongku. "Sudah, mas. Aku sudah tahu. Sebelumnya aku tak pernah percaya akan semua cerita tentangmu dari para saudara kita, bahkan dari Rena. Makanya aku pulang tanpa sepengetahuan siapa pun. Sekarang semuanya terbukti!" Aku menghela napas.
Mas Abas dan wanitanya tersentak kaget, tak mampu menjawab sepatah kata pun.
"Sudah berapa bulan jabang bayinya?" tanyaku.

Cuplikan “Doa untuk Dosamu”

Bram tersenyum segera menghampirinya. Waw … darah dalam tubuhku mengalir begitu cepat seirama dengan denyut jantung. Semua makhluk dalam tubuhku berontak saat makanan demi makanan disuapkan.
Perasaan ini muncul lagi. Ada yang aneh saat mata mereka saling pandang. Apa benar dia sepupunya? Ataukah dia itu …? Beribu tanya berkecamuk dalam otakku. Namun, seketika luruh saat Bram meyodorkan buku menu dinner.
"Ahh… mungkin ini hanya rasamu yang tak mau kehilangannya!" bisik malaikat kecil untuk menenangkan batinku. Menghargai siapa pun yang menjadi tamu adalah kewajiban antar umat dan aku akan menjalankan itu.

Cuplikan “Kejutan Rasa”

Ade Juni - Adinda Iik Zakiah - Ahmad Ali Ashshidiqi - Arishi - Bunga Sholekha - Citra Nurkusumaningtyas - Ning Sehati – Fathorrozi - Gusti Trisno - Hastira Soekardi - Hasvirah Hasyim Nur - Hikari Kagawa -
Iin Nur Laili - Islah Wardani - Lenni Ika Wahyudiasti - Lestari Al Fatih - Meiga Lettucia - Meykke Santoso - Milie Alqiyya - Mini Yasa - Muh. Ikrimah - Munika Duri - Nidhom VE - Noor Salamah - Nur Fajrina Rakhmawati - Nurlaeli Umar - Rere Zivago –Rikuba - Sinar Rembulan - Tri Adnan - Vinnie Twin Saddew
Friday 23 May 2014 0 comments

Antologi 'Aku dan Mertua'





Judul Buku : "Aku dan Mertua"

Penulis : @bianglalahijrah, dkk
Desainer Cover : Nuansa Embun Senja


Aku dan Mertua menurut mereka... :

Apakah benar bahwa mertua selalu menjadi ancaman bagi kehidupan rumah tangga? Melalui antologi "Aku dan Mertua" ini, kita akan melihat sisi-sisi lain dari kehidupan rumah tangga yang melibatkan mertua. Dan saya sarankan teman-teman untuk membacanya, bahkan kalau perlu, silahkan sebarkan cerita ini, agar lebih banyak orang yang tahu bahwa mertua tak selalu menjadi ancaman.” (Mira Sahid - Founder Kumpulan Emak Blogger)

Potret menarik dari pengalaman yang tertulis dalam buku ini, bahwa hubungan “aku dan mertua” adalah seni tersendiri yang sangat menarik. Para penulis menunjukkan bagaimana mengelola kekuatan emosional dan kesadaran spiritual menjadi kekuatan seni relasi antara “aku dan mertua”, yang sebagian harus melalui perjuangan, tidak sekedar menerima dari langit.” (Bunda Zakyzahra Tuga, Penulis dan Owner Sanggar Kepenulisan Pena Ananda Club)

Buku FTS "Aku dan Mertua" ini dapat menginspirasi Anda untuk melakukan hal yang terbaik buat mertua Anda! Maka, baca dengan hatimu...!” (Haidar Hibsy Ifala, Penulis Novel "Merintihlah dalam Tahajjudmu”)

Dalam FTS Aku dan Mertua ini akan ditemukan aneka warna kehidupan rumah tangga berkaitan dengan sang mertua, menjadikan pembaca akan asyik membaca terus sampai tamat dan mengambil hikmah dari setiap cerita yang disajikan.” (Rani Iriani Safari, Penulis)



Yuk dapatkan manfaat dari buku ini : )
Monday 19 May 2014 2 comments

Pengkhianatan Terakhir







Dalam suatu perjalan di senja yang masih menyisakan sedikit pesonanya, duduk dua akhwat berdampingan di depan Hawa.

"Gimana bisa tau watak dia dengan baik kalau nggak boleh pacaran, Mbak?"

"Kirim utusan untuk mencari tahu tentang bagaimana dia yakni bisa diketahui dari keluarga dan kawan-kawan dia!"

"Gimana itu?"

"Bagaimana cara keluarga mendidik dan membesarkan dia, kelak akan sangat berpengaruh ke cara dia mendidik dan membesarkan anak-anakmu."

"Lalu, yang kawan-kawannya itu?"

"Karena bagaimana kawanmu (pergaulanmu) maka begitulah kamu!"

"Tapi... rasanya kurang sreg kalau nggak mengenal dekat dia langsung, Mbak."

"Kamu masih nggak yakin kalau Allah lebih tahu apa dan siapa yang paling baik buat kamu?"

"Bukan begitu..."

"So what?"

"Bagaimana kalau setelah menikah (tanpa didahului pacaran) pada akhirnya cerai juga?"

"Karena itu sebaik-baik cara menjemput jodoh adalah dengan mempersiapkan dirimu sebaik mungkin. Jadikan dirimu wanita yang kuat dan hebat. Karena siapapun calonmu nanti, dia hanya manusia biasa yang tak sempurna, tentu ada kekurangan disana-sini."

"Tahu..."

"Jangan lupa janji Allah, laki-laki yang baik untuk wanita yang baik..."

Tak sadar Hawa ikut manggut-manggut.

"Aku tak yakin mampu putus darinya, Mbak!"

"Tapi kamu lebih yakin bahwa esok masih diberi umur panjang sedang malaikat maut senantiasa datang melawatmu..."

"Ya Allah!"

"Maka cinta mana yang lebih kamu beratkan, cinta Allah yang begitu Agung dan Sempurna atau cinta pacar kamu yang entah gimana kedepannya nanti... masihkah sama ataukah berubah... time changes, people changes!"

"Lalu aku mesti bagaimana ini?"

"Kamu masih boleh mencintainya. Asal..."

"Asal apa, Mbak?"

"Jangan biarkan dia terus menyentuh jiwa dan ragamu sampai dia syah melafalkan ijab qabul di depan ayahmu."

"Akad nikah?"

"Tapi untuk saat ini kondisi kami berdua sama-sama belum siap untuk hidup berumahtangga..."

"Dan kamu tentu tak siap juga untuk menanggung segala akibat kelak di hari pembalasan yang lebih abadi, kan?"

"Astagfirullaah hal adzim!"

"Adek, when you love someone, you really get to learn to let him go, if he does really made for you, however, Allah will lead his heart come back to you. But if he doesn't, means that he isn't your trully soulmate!"

"Berat, nggak mudah, Mbak! Kami sudah lama dekat..."

"Satu lagi, adekku sayang, Allah itu pencemburu, masih tak sadarkah dirimu, mencintai seseorang yang belum halal untukmu sama saja dengan mengkhianati-Nya!"

Plakk!!

Cukup sampai disitu, Hawa bergegas turun dari bus yang semestinya akan membawanya datang ke suatu tempat dimana dia berjanji untuk bertemu dengan kekasihnya disana.

Tidak hanya kuping, wajahnya pun terasa panas seketika. Kalimat terakhir itu benar-benar serasa menamparnya!

'Maaf, Mas! Kalau boleh saya meminta untuk yang terakhir kali, segeralah datang menemui waliku untuk mengkhitbahku. Jika Mas masih memberi janji-janji, mungkin lebih baik kita sudahi saja hubungan kita!'

Sebuah pesan tanpa basa basi terkirim ke nomer Adam, seorang lelaki yang telah setahun ini dekat dengan Hawa.

'Ya, aku harus tegas mengambil keputusan. Aku tak ingin terus terlena dalam fatamorgana kepalsuan dunia.

Karena aku tak ingin lagi mengkhianati cinta Allah. Cinta yang masih memberiku jedah untuk menikmati keindahan cinta-cintaNya yang lain. Cinta yang Suci tanpa noda. Cinta yang lebih pantas untuk kuperjuangkan dan ku-setia-i. Cinta yang menggenggam hatiku dan hati Mas Adam!'

Sayup-sayup terdengar panggilan-Nya. Hawa tersentak dan bergegas berlari mencari arah suara. Dia terlupa untuk menunggu balasan pesan dari Adam. Dia sudah tak terlalu peduli lagi. Karena yang memenuhi hati dan pikirannya saat itu hanya Rabb yang telah menjadikannya ada di muka bumi ini.



Sementara itu di sebuah rumah makan yang asri di kawasan pinggiran kota, nampak duduk bercengkerama Adam bersama orang tuanya dan Pak Ahmad yang tiada lain adalah ayah Hawa.

Ya, hari itu Adam memutuskan untuk pulang dari bekerja di luar negeri dan mengundang Pak Ahmad untuk meminta dengan resmi putri tercintanya itu.

Meski hubungan jarak jauh, tanpa ada sentuhan fisik, Adam merasa tersiksa dan sangat berdosa karena telah berani menyentuh dan menodai jiwa Hawa.

Cukuplah setahun berkalang dosa. Harus segera diakhiri dengan menghalalkan hubungan meski menanggung resiko kehilangan pendapatan puluhan juta rupiah!

Adam yakin, cinta Allah akan memberinya kecukupan untuknya, Hawa dan calon buah hati mereka nanti.

Sebuah KUA yang berada tepat di sebelah rumah makan, nampak mulai ramai dihadiri beberapa handaitaulan dari belah keluarga Adam. Persiapan hampir seratus persen, tapi sang calon mempempelai wanita masih juga belum nampak batang hidungnya.(*)
 
;