Tuesday 19 November 2013

"Rezeki Bukan Melulu Materi"

Apakah makna rezeki yang sesungguhnya itu, kawan ?... Banyak dari kita masih mengapresiasikan rezeki itu selalu berbentuk materi; gaji/upah kerja, pemberian barang-barang atau ketika dapat undangan makan-makan gratis. Pun ketika tanpa sengaja kita menemukan sesuatu yang berharga dijalanan. Maka dengan senyum gembira kita akan berkata' "Alhamdulillah, dapat rezeki nomplok nih !".
Sedikit yang ingat bahwa kerja/profesi kita hari ini -yang menghasilkan uang/upah- adalah juga rezeki, bagaimanapun beratnya sehingga kita selalu mengeluhkannya. Teman atau siapa saja mereka yang memberi barang-barang ke kita adalah rezeki. Termasuk juga teman atau siapa saja yang mengundang kita makan-makan gratis, mereka adalah rezeki. Subjeknya bukan objeknya.


Kawan, tak perlu lagi banyak disampaikan bagaimana cara untuk menjemput rezeki yang baik, aku yakin kalian sudah paham betul. Selain rajin melaksanakan sholat sunnah dhuha', memperbanyak istighfar dan gemar bersedakah adalah juga termasuk kunci mengalirnya rezeki dari Allah Sang Maha Kaya, dengan lancar. Tentu saja ibadah wajib adalah tetap yang paling utama untuk dikerjakan.


Nah kawan, beberapa aku masih sering mendengar ada diantara kalian yang meratap tentang seretnya rezeki. Mungkin karena dapat job yang super berat, atau dapat majikan yang super pelit. Selain tingginya jam kerja, minimnya fasilitas makanan yang didapat adalah yang paling utama dikeluhkan. Ah, tak usahlah bicara jauh-jauh karena aku sendiri sempat mengalaminya. Awal kebodohanku adalah karena keenggananku mempelajari ilmu-ilmu Allah. Pikiran kolot dan konyolku yang menganggap bahwa rezeki itu melulu uang, uang dan uang. Sehingga aku sering merasa sebal, geram dan marah ketika belum sampai habis bulan, uang di tangan menipis bahkan sampai habis. -Astagfirullah hal adzim !!! Semoga Allah mengampuni dosa-dosaku. Aamiin.- Entah kemana pergi gaji jutaan yang ku dapat. Dikirim ke kampung untuk anak, untuk biaya kebutuhan pribadi, biaya libur, jajan dll. Atau mungkin bisa jadi juga karena ketidaktertarikanku pada mata pelajaran akuntasi waktu duduk dibangku sekolah dulu yang menyebabkan keuanganku selalu kacau balau.


Hingga suatu hari aku dipertemukan dengan seorangNur Choiriyah, seperti namanya, sahabat yang satu ini benar-benar memberi cahaya dan pelita dalam perjalanan merantauku kali ini. Beda usia kami hanya terpaut satu tahun saja, tapi terkadang daya pikir dia lebih matang dari aku. Bimbingan sang suami yang ahli ibadah membuatnya selalu 'lurus' dan 'terjaga'. Awal berteman keadaanku masih sangat jahiliyah. Tanpa hijab sempurna. Selalu tak terkontrol. Agaknya Allah memang telah merencanakan sesuatu pada kami. Kelebihan dan kekurangan yang ada pada masing-masing diri kami pada akhirnya menjadi sebuah perpaduan ukhuwah fillah yang indah. Dia sedikit belajar tentang seluk beluk menggunakan perangkat modern, komputer, dan juga Bahasa Inggris dariku. Tapi aku sendiri, subhanallah, banyak sekali ilmu Allah yang selama ini telah ku abaikan, ku dapat kembali dari setiap santun nasehat-nasehat yang disampaikannya padaku. Hingga aku merasa nyaman menjadikan dia, sosok wanita sederhana namun 'kuat' itu sebagai teman curhat dan bertukar pendapat.

Termasuk juga soal rezeki, bab yang sangat menarik untuk diperbincangkan. Maka akupun berkeluhkesah kepadanya, dengan penuh emosi. Bukan karena aku orang yang pelit tapi memang situasi dan kondisi, namun kemurahan hatinya yang tak pernah lupa untuk membeli bermacam-macam makanan untukku dan juga untuk teman-teman lain di setiap hari liburnya, akhirnya membuatku malu sendiri. Melihat ketulusan diwajahnya, keikhlasannya membantu teman yang bahkan baru pertama kali dijumpai, membenarkan ucapannya bahwa sebenarnya ladang rezeki itu telah ada di depan mata dan siap untuk ku 'garap' kapan saja dan kelak cepat atau lambat akan menghasilkan.

Ya kawan, ternyata benar yang dia bilang, rezeki yang sesungguhnya adalah yang kita manfaatkan di jalan Allah, semakin banyak yang kita keluarkan maka akan semakin banyak pula yang kita dapatkan. Sebaliknya, jika malas kita mengeluarkan maka jangan harap rezeki akan lancar dan berkah. Kita ambil contoh rezeki gaji, bila kita bekerja dengan sungguh-sungguh, kita kerahkan segala kemampuan, kita anggap bekerja sebagai salah satu bentuk ibadah kepada-Nya juga sebagai bentuk pengabdian kita baik kepada keluarga, orang tua, anak dan saudara, kepada majikan juga kepada rekan kerja, maka hasil yang didapat akan terasa berkah, meski secara itungan kasat mata jumlah sama besar, tapi akan ada perbedaan nyata. Yang pandai bersyukur tak pernah lupa menyisihkan gajinya untuk kepentingan kelak nanti; bekal hari tua dan kehidupan akherat yang lebih kekal. Mereka istiqomah menunaikan zakat, ringan bersedekah, berbagi kepada yang tak mampu dan yang tengah kekurangan. Mereka sadar betul bahwa roda hidup berputar. Hari ini mereka berkecukupan, siapa tahu nasib depan hari. Karena itu riang gembira mereka berbagi kesana kemari dengan penuh keyakinan siapa menabur benih kelak kan menuai hasil. Seperti janji Allah, sedekah satu akan dibalas 700x. Siapa yang gak mau coba ??... Tak hanya berhenti sampai situ, etos kerja mereka juga sangat baik, tulus melayani majikan, penuh kasih sayang merawat momongan, tekun belajar masak memasak, banyak cerita dari yang tipe begini pada umumnya mereka disayang majikan. Banyak fasilitas dan kemudahan mereka dapatkan. Bebas menggunakan wifi rumah sebagai salah satu contoh. Rezeki juga bukan kalau kita gak perlu buang uang banyak-banyak untuk kebutuhan internet ? Dan yang lebih penting dari itu adalah kita telah mendapat rezeki kepercayaan dari majikan.

Namun sayang, pada kenyataannya masih banyak yang tak memahami makna sejati rezeki ini, mereka begitu menggenggam erat apa yang mereka dapat dengan jerih payahnya. Mereka menganggap itu hak mereka sepenuhnya. Kadang malah ada yang punya pikiran egois, 'buat apa mesti berbagi, belum tentu juga orang lain mau berbagi denganku'. Sehingga mereka sibuk menumpuk dunianya sendiri. Maka yang demikian biasa dikurangi rezeki tanpa disadari, yakni dengan dijauhi teman. Selain itu sikap perhitungan yang berlebih dengan majikan, membuat mereka juga berkurang sedikit rezeki yakni rasa hormat sehingga pada akhirnya majikan akan bersikap sewenang-wenang terhadap mereka. Logika bisa saja mengatakan 'apa hubungannya ?' tapi INGAT ada sutradara super hebat dibalik semua lakon dunia ini. Yang Maha Agung memiliki dan memegang hati setiap insan. Tidak ada yang tidak mungkin bagi-Nya. Semua mudah ditangan-Nya.

Ada lagi yang malah bersikap pasrah dan berkata 'memang segini ini saja rezekiku, terima sajalah, mau gimana lagi'. Na'udzu billah ! Semoga diantara pembaca tulisanku tidak ada yang termasuk tipe ini. Memang benar rezeki itu sudah diatur dengan begitu rapi, tidak akan tertukar. Semua telahpun ada jatahnya masing-masing. Tapi kalimat seperti itu, hanya akan semakin menunjukkan kekerdilan saja, betapa tidak pandainya dia bersyukur atas segala nikmat lain yang didapat. Rezeki badan yang sehat sehingga bisa bekerja dengan baik, rezeki otak yang encer sehingga mampu berpikir dengan baik, rezeki waktu yang luang sehingga mampu beristirahat cukup, rezeki teman yang banyak sehingga mampu meluaskan pergaulannya juga rezeki keluarga yang harmonis sehingga -seharusnya- membuat dia lebih semangat menjalani kehidupan.

Kawan, ketahuilah bahwa rezeki itu harus kita jemput. Bukan duduk diam pasrah menunggu jatah pembagian. Pingin rezeki uang yang lebih, ya produktifitas kerja ditingkatkan. Pingin rezeki badan yang selalu sehat wal afiat, ya jaga pola makan, rajin berolahraga, atur jam istirahat, juga jaga stabilitas jiwa/bathin jangan banyak mikirin hal-hal yang gak penting. Pingin rezeki pintar, ya rajin-rajinlah belajar, belajar apa saja yang positif dan bisa membawa dampak peruhaban ke arah yang lebih baik. Pingin rezeki banyak teman, ya jangan sombong dan pelit. Rubah pola pikir yang masih jahiliyah. Apapun usahamu selama dilakukan dengan penuh dedikasi, in syaa Allah pasti mendatangkan hasil yang menggembirakan. Toh Allah tidak pernah tidur, Dia begitu dekat dengan kita, bahkan lebih dekat dari urat nadi kita sendiri, jadi Dia tak akan membiarkan segalanya sia-sia. Semua ada imbalan.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” QS 13:11

Bersyukurlah yang telah mendapat 3 rezeki ini : Islam, Iman dan Ihsan di dada !

Tetap istiqomah, husnudzan dan tawadu'. Semoga Allah SWT senantiasa melancarkan usaha kita dalam rangka menjemput rezeki dari-Nya, mendekatkan apabila ia masih jauh dan m
ensucikan apabila ia masih kotor. Aamiin...

2 comments:

rakazho said...

Rezeki itu sudah diatur Allah buat kita semua seberapa kita dapat dan kapan kita akan mendapat, tinggal kita saja yg kepingin cepat atau lambat untuk mendapatkannya atau kita lewatkan, dan banyak cara yg telah dijelaskan dalam Alqur'an dan hadist serta ijma' ulama' tentang trik2 meraih rezeki, dan satu lagi, rezeki itu bukan hanya berbentuk materi semata. Seperti pertemanan yg baik di fb juga merupakan rezeki jika itu bisa memberikan manfaat baik bagi orang lain, misalnya berbagi ilmu dan sebagainya. Itu menurut pendapat saya, terimakasih.

sukses ya..!

Unknown said...

betul ^_^

Post a Comment

 
;